Sedikit catatan, renungan, hobi, musik, puisi, kisah, bahkan pertanyaan sehari-hari mengenai apa saja.
Monday, June 6, 2011
Hukuman versus Ampunan
Aku baru punya satu anak, perempuan, dan umurnya sekarang 3 setengah tahun. Anakku ini sangat aktif. Dia hampir tak bisa diam. Dia diam biasanya kalau sedang tidur. Anakku ini punya kebiasaan melonjak-lonjak (gerakan meloncat ke atas dengan kedua belah kaki bersama-sama) di atas tempat tidur. Selain itu, di rumah opung (mertua saya), ada deretan bangku-bangku untuk para tamu. Dia suka sekali naik ke bangku-bangku itu dan berjalan dari satu bangku ke bangku yang lain.
Selain khawatir apabila terjatuh atau terjungkal ke lantai, kebiasaan anakku ini sangat membuat kesal dan marah istri saya. Setiap kali dia melakukan kebiasaannya, istriku langsung melarang dan menasihati dia. Namun, dia tidak pernah mendengar dan terus asyik dengan kegiatannya. Akhirnya, istriku pun mengambil keputusan untuk memberikan hukuman (tentu saja dengan persetujuanku) apabila anakku itu melakukan kebiasaannya.
Hukuman yang diberikan adalah berdiri di sudut kamar atau ruangan dengan hanya satu kaki, sedangkan kaki yang satunya lagi harus dia angkat. Kemudian kedua tangannya harus memegang telinga kiri dan kanan secara bersilang. Ketika melakukan hukuman ini, anakku akan menangis sejadi-jadinya. Hukuman akan selesai kalau dia berhenti menangis dan berjanji tidak akan mengulangi kebiasaannya..
Namun, apa yang terjadi? Meskipun sudah dihukum, anakku itu tetap melakukan kebiasannya apabila ada kesempatan. Hukuman pun diberlakukan bagi dia jika melakukan hal yang sudah kami larang itu. Demikian seterusnya hingga dia tidak kapok-kapok. Akhirnya, kami frustrasi dan bingung harus bagaimana lagi.
Suatu saat, aku berbincang-bincang dengan istriku untuk mengatasi masalah ini. Setelah kami menyadari bahwa memberinya hukuman tidak akan menyelesaikan masalah, kami pun berusaha memaklumi anak kami yang aktif itu. Karena sebenarnya, anak kami itu tidak tahu apa yang dilakukannya. Bagi dia, melonjak-lonjak dan naik ke atas bangku adalah hal yang menyenangkan. Akan tetapi, bagi kami, itu bisa berbahaya bagi dirinya.
Kami akan mencoba cara lain, yaitu mengampuni semua tindakannya yang selama ini kami larang, karena kami tahu bahwa anak kami itu tidak tahu apa yang dilakukannya. Kami akan berusaha mendidik dia dengan kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, dan penguasaan diri. Kami akan menerima dia apa adanya walupun ada hal-hal yang dilakukannya tidak kami sukai. Tidak ada lagi hukuman, yang ada adalah cinta kasih orangtua kepada anaknya.
Sumber foto: luciamery.blogspot.com
Subscribe to:
Post Comments (Atom)

No comments:
Post a Comment