Sedikit catatan, renungan, hobi, musik, puisi, kisah, bahkan pertanyaan sehari-hari mengenai apa saja.
Thursday, March 24, 2011
Aku Jatuh Cinta (Lanjutan)
Diskusi mengenai catatanku yang kedua di FB kok makin melebar saja nih, hehehe..... Sebenarnya catatanku yg berjudul "Aku Jatuh Cinta" esensinya adalah supaya kita lebih mendekatkan diri kepada Allah, yaitu dengan mengasihi-Nya dengan segenap hati, segenap jiwa, dan segenap akal budi kita. Itulah cara yang benar karena Alkitab mengajarkan hal yang demikian. Kita bisa menolaknya, tapi kita tak bisa menyangkal apa yang ada di Alkitab. Di sini aku tidak membicarakan tentang orang yang belum percaya. Namun, bagaimana kita yang sudah percaya menjalani kehidupan kita sesuai dengan firman Tuhan, yaitu Alkitab. Aku juga tidak mempertanyakan keimanan seseorang, karena iman itu adalah urusan pribadi dia dengan Allah. Mungkin akan lebih mudah jika aku kasih contoh ilustrasinya.
1. Suatu ketika, Agus ingin sekali punya mobil Honda Jazz. Ia beriman dan berdoa tekun sekali mengharapkan mobil impiannya itu terkabul. Hingga bertahun-tahun, impiannya tak pernah terwujud. Akhirnya ia sedih, karena ia merasa ada yang salah dalam dirinya. Apakah aku kurang beriman? Apakah aku terlalu berdosa? Padahal, hal-hal perbuatan baik telah aku lakukan, pergi ke gereja aku rajin, memberi pun aku tekun. Apa lagi yang kurang?
2. Suatu ketika, Agus yang tinggal di suatu kompleks perumahan, melihat tetangga-tetangganya berlomba-lomba merenovasi rumah. Bahkan ada tetangganya yang merenovasi rumahnya hingga bertingkat tiga. Lalu, Agus berpikir, mereka dapat uang dari mana ya kok bisa membangun rumah secepat itu. Mengapa Tuhan begitu baik kepada mereka? Sementara itu, rumahku di pagar saja belum, atapnya bocor, dan temboknya retak-retak. Padahal, aku sudah beriman dan berdoa setiap hari agar Tuhan memberiku rezeki untuk membangun rumah. Apa yang kurang dalam diriku?
Hal yang kurang pada diri Agus adalah dia tidak percaya bahwa Allah Mahakuasa, Maha Pemberi, dsb. Yuk kita baca dan pahami kisah berikut ini:
Markus 4: 35-41
35 Pada hari itu, waktu hari sudah petang, Yesus berkata kepada mereka: "Marilah kita bertolak ke seberang."
36 Mereka meninggalkan orang banyak itu lalu bertolak dan membawa Yesus beserta dengan mereka dalam perahu di mana Yesus telah duduk dan perahu-perahu lain juga menyertai Dia.
37 Lalu mengamuklah taufan yang sangat dahsyat dan ombak menyembur masuk ke dalam perahu, sehingga perahu itu mulai penuh dengan air.
38 Pada waktu itu Yesus sedang tidur di buritan di sebuah tilam. Maka murid-murid-Nya membangunkan Dia dan berkata kepada-Nya: "Guru, Engkau tidak perduli kalau kita binasa?"
39 Iapun bangun, menghardik angin itu dan berkata kepada danau itu: "Diam! Tenanglah!" Lalu angin itu reda dan danau itu menjadi teduh sekali.
40 Lalu Ia berkata kepada mereka: "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?"
41 Mereka menjadi sangat takut dan berkata seorang kepada yang lain: "Siapa gerangan orang ini, sehingga angin dan danaupun taat kepada-Nya?"
Matius 6: 25-34
25 "Karena itu Aku berkata kepadamu: Janganlah kuatir akan hidupmu, akan apa yang hendak kamu makan atau minum, dan janganlah kuatir pula akan tubuhmu, akan apa yang hendak kamu pakai. Bukankah hidup itu lebih penting dari pada makanan dan tubuh itu lebih penting dari pada pakaian?
26 Pandanglah burung-burung di langit, yang tidak menabur dan tidak menuai dan tidak mengumpulkan bekal dalam lumbung, namun diberi makan oleh Bapamu yang di sorga. Bukankah kamu jauh melebihi burung-burung itu?
27 Siapakah di antara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya?
28 Dan mengapa kamu kuatir akan pakaian? Perhatikanlah bunga bakung di ladang, yang tumbuh tanpa bekerja dan tanpa memintal,
29 namun Aku berkata kepadamu: Salomo dalam segala kemegahannyapun tidak berpakaian seindah salah satu dari bunga itu.
30 Jadi jika demikian Allah mendandani rumput di ladang, yang hari ini ada dan besok dibuang ke dalam api, tidakkah Ia akan terlebih lagi mendandani kamu, hai orang yang kurang percaya?
31 Sebab itu janganlah kamu kuatir dan berkata: Apakah yang akan kami makan? Apakah yang akan kami minum? Apakah yang akan kami pakai?
32 Semua itu dicari bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah. Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
33 Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu.
34 Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari."
Ketika kita mengharapkan sesuatu kepada Bapa, berdoalah dan berharap bahwa Dia akan mengabulkan doamu. Namun, jangan menjadikan sesuatu yang diharapkan itu sebagai syarat untuk merasa bahagia. Apabila dikabulkan, bersyukurlah dan berterima kasih, tetapi jangan menjadikan sesuatu yang diharapkan itu sebagai syarat untuk mensyukuri hidupmu.
Bahagiakanlah dirimu dengan apa yang ada padamu. Cintailah diri kita apa adanya karena apa yang sudah kita terima adalah karena kemurahan-Nya bukan karena hasil usaha kita.
Jangan pernah kita tidak percaya kepada-Nya. Ketika kita berdoa, Allah tahu isi hati kita, bahkan ketika tidak sedang berdoa pun Allah tahu isi hati kita. Kok Dia bisa tahu? Jawabannya adalah: Roh Kudus!
Matius 6: 32 .....Akan tetapi Bapamu yang di sorga tahu, bahwa kamu memerlukan semuanya itu.
* Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.
Sumber foto: s493.photobucket.com
Aku jatuh Cinta
Belakangan ini saya sering memperhatikan beberapa status-status di
Facebook, baik punya teman maupun orang lain yang tidak saya kenal yang kebetulan terpantau oleh saya. Ada beberapa status yang cukup menarik yang mungkin saya bisa share-kan, antara lain:
"Malam-malam begini aku teringat padamu...."
"Kekasihku, sedang apa kamu di sana, aku kangen"
"Lagi kangen nih sama si dia yang jauh di sana"
"Aku rindu setengah mati padamu"
"OMG, si dia keren bgt"
"Aku padamu.... (nama sang pacar)"
Mungkin tidak ada yang aneh dengan status-status itu. Hal itu mungkin wajar, kita sebagai manusia mengungkapkan rasa sayang atau kekaguman kita kepada seseorang yang kita cintai. Hal ini tentu mengingatkan memori saya ketika masa-masa berpacaran dengan mantan pacar saya (istri saya maksudnya hehehe...). Saat itu gelora asmara begitu membara, seakan-akan dunia hanya milik berdua (hahaha... ungkapan yang jadul). Pengorbanan, baik materi, fisik, maupun waktu, diberikan tanpa pamrih demi sang kekasih. Saya rasa Anda pasti pernah merasakan hal ini ketika sedang jatuh cinta.
Suatu saat, ada pertanyaan yang timbul di dalam benak saya. Mengapa kita bisa sangat bergejolak hati kepada kekasih atau pasangan kita? Mengapa kita sampai memuji dan mengagumi kekasih atau pasangan kita? Apakah mungkin karena kita dekat dengan si dia? Sering ngobrol bareng, curhat, dan sebagainya sehingga perasaan itu begitu emosional. Lalu, muncul pertanyaan lagi, apakah bisa perasaan yang begitu intens itu kita terapkan untuk Allah? Ya, untuk Tuhan kita jatuh cinta. Mengagumi-Nya, memuji-Nya, memuliakan-Nya, seperti halnya kita mengasihi kekasih atau pasangan kita. Lalu, bagaimankah cara kita mengasihi Allah Bapa di Surga? Yuk, kita lihat ayat berikut ini:
Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (Matius 22: 37-38)
Ketika memahami ayat di atas, saya jadi teringat dengan beberapa hal yang pernah saya alami. Entah kenapa, sekarang di beberapa kalangan orang Kristen, mengasihi Allah adalah dengan syarat-syarat tertentu. Harus beriman, harus percaya, segala sesuatu diukur dengan iman, dsb. Apakah demikian adanya?
Coba perhatikan kata-kata yang ditebalkan pada ayat di atas! Untuk mengasihi Allah, kita hanya perlu mengasihi-Nya dengan (1) Segenap Hatimu, (2) Segenap Jiwamu, dan (3) Segenap Akal Budimu. Apakah di dalam ayat itu ada tertulis dengan SEGENAP IMANMU?
Keselamatan adalah anugerah, bukan usaha manusia. Meskipun meyakini keselamatan adalah anugerah, kenyataannya ada beberapa kalangan Kristen yang praktik hidupnya masih berprinsip bahwa keselamatan adalah hasil usaha: harus percaya, harus beriman, harus menyembah dengan cara yang benar, harus menyebut nama Allah dengan benar, dan sebagainya. Anugerah adalah pemberian, karunia Allah. Apa susahnya sih, wong kita tinggal terima saja kok. Hal yang mudah kenapa dibuat sulit? Yuk, kita sering ngobrol bareng, curhat, dan intens di dalam Allah dengan segenap hati kita, jiwa kita, dan akal budi kita.
* Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.
Sumber: www.d.peperonity.info
Wednesday, March 9, 2011
Aku Hanya Budak
Biasanya, ketika membaca Alkitab, ada beberapa kisah ataupun ayat yang menarik perhatianku. Berikut ini merupakan salah satunya yang akhirnya membuatku ingin menulis ini:
Lukas 17:7-10 Tuan dan Hamba
7. "Siapa di antara kamu yang mempunyai seorang hamba yang membajak atau menggembalakan ternak baginya, akan berkata kepada hamba itu, setelah ia pulang dari ladang: Mari segera makan! 8.Bukankah sebaliknya ia akan berkata kepada hamba itu: Sediakanlah makananku. Ikatlah pinggangmu dan layanilah aku sampai selesai aku makan dan minum. Dan sesudah itu engkau boleh makan dan minum. 9. Adakah ia berterima kasih kepada hamba itu, karena hamba itu telah melakukan apa yang ditugaskan kepadanya? 10. Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan."
Ketika mamahami kisah di atas, aku jadi menyadari bahwa aku hanyalah seorang hamba (bahasa Yunaninya: doulos yang artinya hamba, budak) yang tak memiliki hak apa pun. Aku tidak berhak mengklaim apa pun terhadap tuan saya. Tuan saya tidak pernah berutang terhadap saya. Justru aku harus bersyukur karena sudah menjadi miliknya. Yang perlu aku kerjakan adalah kewajiban, ya hanya kewajiban yang ditugaskan sebagai hamba.
Siapakah tuan saya? Tuan saya adalah Bapa di Surga. Maafkan aku Bapa, ketika berdoa, aku terlalu banyak menuntut-Mu untuk memberi atau melakukan ini dan itu. Aku ingin punya mobil, aku ingin punya rumah bagus, aku ingin kaya raya, aku ingin sembuh, dan sebagainya. Bahkan, dalam kehidupan sehari-hari, aku kadang “memaksa”-Mu untuk bertindak sesuai kehendakku. Siapakah aku Bapa yang berani-beraninya memerintah diri-Mu? Bukankah sebaliknya?
Kalaupun aku sudah melakukan tugas-tugasku, aku tak boleh mengharapkan pujian ataupun hadiah dari sesama, apalagi dari-Mu. Aku hanya melakukan apa yang harus kulakukan. Itu saja. Segala harapan dan doa-doaku, seiring dengan usaha dan kerja kerasku, aku yakin Bapa mendengar. Kalaupun terkabul, itu adalah karena kemurahan-Mu saja, belas kasihan-Mu kepadaku, bukan karena perbuatanku. Inilah imanku. Simpel sekali. Tidak perlu menengkingi, mengklaim macam- macam, karena Tuhan Yesus sendiri mengajarkan: Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di Surga.
*Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna; kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan.
Sumber foto: www.paintingsilove.com
Subscribe to:
Comments (Atom)


